Nama : Ita Andiani (15214538)
Sari
Pitri Yani (1A214057)
Syarah Okta Rizkiani (1A214602)
Utami Nur Hidayati (1A214957)
Vina Esly Marini (1C214057)
Kelas :
3EA01
Mata Kuliah : Etika Bisnis
1.1 Pengertian dan Konsep Dasar
Dua
teori utama yang terkait dengan corporate
governance adalah stewardship theory
dan agency theory (Chinn, 2000; Shaw,
2003). Stewardship theory dibangun di
atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat
dalam hubungan Fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen
sebagai orang yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara
itu, agency theory yang dikembangkan
oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan
bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak
yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan
selanjutnya, agency theory mendapat
respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.
Berbagai pemikiran mengenai corporate
governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good corporate
governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder
(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya
dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Ada
empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen
tersebut penting karena penerapan prinsip good
corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan.
Konsep good corporate governance baru populer di
Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal
di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD
(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan
pada tahun 1999.
2.1 Karakteristik Good Governance
Dari beberapa sumber
organisasi dunia seperti UNDP dan UNESCAP berikut karakteristik good governance menurut UNDP dan UNECSAP
:
Gambar 2.1 : Karakteristik Good
Governance Menurut UNESCAP
a. Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang dilakukan baik oleh perempuan atau laki-laki, menjadi landasan utama pemerintahan yang baik. Partisipasi bisa dilakukan langsung maupun secara perwakilan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa demokrasi perwakilan tidak berarti bahwa keprihatinan paling rentan dalam masyarakat tidak akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perlu diinformasikan dan terorganisir.Ini berarti kebebasan berserikat dan berekspresi di satu sisi dan masyarakat di sisi lain. Atau dapat diartikan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif merupakan hal penting dalam pelaksanaan good governance.
b. Rule of Law (Aturan Hukum)
Pemerintahan yang baik membutuhkan hukum yang adil, tanpa pandang bulu yang idependen dan tidak memihak, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia, khususnya bagi kaum minoritas.
c. Transparency (Transparansi)
Transparansi yang dimaksud adalah adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan, tersedia, serta mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Dengan catatan bahwa keputusan dalam informasi terkait adalah keputusan yang diambil telah mempertimbangkan aturan dan hukum yang berlaku. Informasi cukup disediakan dengan format atau bahkan media yang mudah dimengerti.
d. Responsiveness
Responsiveness atau daya tanggap yaitu proses yang dilakukan di setiap institusi harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan atau stakeholders dalam kurun waktu yang wajar tentunya.
e.Consencus Oriented (Orientasi Konsensus)
Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan. Pemerintahan yang baik juga membutuhkan perspektif yang luas dan berjangka panjang untuk mewujudkan pengembangan manusia yang berkelanjutan, dan hal tersebut hanya dapat dihasilkan dari pemahaman historikal, kultur serta pemahaman sosial yang diberikan oleh komunitas atau masyarakat.
f.Equity and inclusiveness (Ekuitas dan Inklusivitas)
Kesejahteraan sosial bergantung pada kepastian semua anggota masyarakat merasa bahwa mereka memiliki kepemilikan dalam kehidupan sosial dan tidak merasa dikecualikan dari arus masyarakat. Hal ini memerlukan keterlibatan semua kelompok, terutama yang paling rentan, memiliki kesempatan untuk mempertahankan kesejahteraan mereka.
g.Effectiveness and Efficiency (Efektivitas dan Efisiensi)
Good governance yang baik diartikan dengan proses dan lembaga yang berhasil memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan membuat kebijakan baik dalam penggunaan sumber daya yang mereka miliki. Konsep efisiensi dalam good governance juga mencakup pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan dan perlindungan lingkungan.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan kunci utama good governance yang baik. Tidak hanya sektor pemerintah namun juga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada publik dan pemanggku kepentingan institusional lembaga terkait, yang bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang diambil oleh organisasi atau institusi internal maupun eksternal. Pada umumnya organisasi atau institusi bertanggung jawab pada mereka yang akan dipengaruhi oleh kebijakan atau tindakan yang diambil oleh organisasi atau institusi tersebut. Akuntabilitas tidak akan pernah luput dan berhasil tanpa transparansi dan aturan hukum.
2.1.1 Karakteristik Good Corporate Governance
Partisipasi yang dilakukan baik oleh perempuan atau laki-laki, menjadi landasan utama pemerintahan yang baik. Partisipasi bisa dilakukan langsung maupun secara perwakilan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa demokrasi perwakilan tidak berarti bahwa keprihatinan paling rentan dalam masyarakat tidak akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perlu diinformasikan dan terorganisir.Ini berarti kebebasan berserikat dan berekspresi di satu sisi dan masyarakat di sisi lain. Atau dapat diartikan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif merupakan hal penting dalam pelaksanaan good governance.
b. Rule of Law (Aturan Hukum)
Pemerintahan yang baik membutuhkan hukum yang adil, tanpa pandang bulu yang idependen dan tidak memihak, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia, khususnya bagi kaum minoritas.
c. Transparency (Transparansi)
Transparansi yang dimaksud adalah adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan, tersedia, serta mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Dengan catatan bahwa keputusan dalam informasi terkait adalah keputusan yang diambil telah mempertimbangkan aturan dan hukum yang berlaku. Informasi cukup disediakan dengan format atau bahkan media yang mudah dimengerti.
d. Responsiveness
Responsiveness atau daya tanggap yaitu proses yang dilakukan di setiap institusi harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan atau stakeholders dalam kurun waktu yang wajar tentunya.
e.Consencus Oriented (Orientasi Konsensus)
Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan. Pemerintahan yang baik juga membutuhkan perspektif yang luas dan berjangka panjang untuk mewujudkan pengembangan manusia yang berkelanjutan, dan hal tersebut hanya dapat dihasilkan dari pemahaman historikal, kultur serta pemahaman sosial yang diberikan oleh komunitas atau masyarakat.
f.Equity and inclusiveness (Ekuitas dan Inklusivitas)
Kesejahteraan sosial bergantung pada kepastian semua anggota masyarakat merasa bahwa mereka memiliki kepemilikan dalam kehidupan sosial dan tidak merasa dikecualikan dari arus masyarakat. Hal ini memerlukan keterlibatan semua kelompok, terutama yang paling rentan, memiliki kesempatan untuk mempertahankan kesejahteraan mereka.
g.Effectiveness and Efficiency (Efektivitas dan Efisiensi)
Good governance yang baik diartikan dengan proses dan lembaga yang berhasil memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan membuat kebijakan baik dalam penggunaan sumber daya yang mereka miliki. Konsep efisiensi dalam good governance juga mencakup pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan dan perlindungan lingkungan.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan kunci utama good governance yang baik. Tidak hanya sektor pemerintah namun juga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada publik dan pemanggku kepentingan institusional lembaga terkait, yang bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang diambil oleh organisasi atau institusi internal maupun eksternal. Pada umumnya organisasi atau institusi bertanggung jawab pada mereka yang akan dipengaruhi oleh kebijakan atau tindakan yang diambil oleh organisasi atau institusi tersebut. Akuntabilitas tidak akan pernah luput dan berhasil tanpa transparansi dan aturan hukum.
2.1.1 Karakteristik Good Corporate Governance
Implementasi dalam
mewujudkan GCG dalam suatu perseroan adalah didasarkan pada prinsip-prinsip GCG
sebagai suatu landasan atau kaidah dalam menentukan tingkat keberhasilan
penerapan GCG, berikut prisip-prinsip GCG menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance :
1.
Transparansi (Transparency)
Prinsip
Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Perusahaan harus menyediakan informasi
secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta
mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan
meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham
pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem
manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh
perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan
secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2.
Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip
Dasar
Perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan danwajar. Untuk
itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang
sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Perusahaan harus menetapkan rincian
tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan
secara jelas dan selaras dengan visi, misi,nilai-nilai perusahaan (corporate
values), dan strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua
organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya
sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja
untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan,
serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika
bisnis dan pedoman perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3.
Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip
Dasar
Perusahaan
harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a.Organ perusahaan harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b.Perusahaan
harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4.
Independensi (Independency)
Prinsip
Dasar
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Masing-masing organ perusahaan harus
menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh
kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)
dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing organ perusahaan harus
melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu denganyang lain.
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip
Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan
kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai
dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan
yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan
yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fisik.
3.1 Commision of Human
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara
kodrati sebagai anugerah dari Tuhan dan yang diakui secara universal sebagai
hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodrat kelahiran manusia
itu sebagai manusia. Sebagai anugerah dari tuhan kepada makhluknya, hak
asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak
asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya,
karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya
menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang
dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak asasi
manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan
penting.
3.1.1 Bisnis dan Hak Asasi Manusia
Masuknya
isu hak asasi manusia pada sektor mencerminkan perkembangan kesadaran sosial
akan dampak dari kegiatan bisnis pada hak asasi manusia, baik internal maupun
eksternal, yaitu buruh, konsumen maupun masyarakat luas. Situasi tersebut
direspon oleh berbagai inisiatif, yang salah satunya dipelopori oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mulai dari pembentukan Norma-Norma tentang
Korporasi Transnasional dan Perusahaan Bisnis Besar Lainnya. Dokumen tersebut
bertujuan untuk memberikan kewajiban hak asasi manusia pada perusahaan secara
langsung berdasarkan hukum internasional, dengan lingkup kewajiban hak asasi
yang sama yang telah diterima oleh Negara berdasarkan, perjanjian yang mereka
ratifikasi, yaitu: "untuk memajukan, memastikan pemenuhan, menghormati,
menjamin penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia".
Kerangka
Kerja PBB (Ruggie’s Principles) Pada Juli 2005 Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk
John Ruggie sebagai Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk HAM dan perusahaan
Multinasional serta perusahaan lainnya. Kerangka kerja tersebut berbasis pada 3
pilar, yaitu:
- Tanggung
jawab negara untuk melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak ketiga,
termasuk perusahaan, melalui kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang
layak. Negara tetap memegang peran utama dalam mencegah pelanggaran HAM.
- Tanggung
jawab perusahaan untuk menghormati HAM dimana mensyaratkan adanya aksi
yang sungguh-sungguh untuk menghindari pelanggaran HAM oleh pihak lain dan
menyelesaikan dampak negatif dari bekerjanya perusahaan tersebut.
Perusahaan diharuskan memiliki pernyataan komitmen untuk menghormati HAM,
melakukan penilaian atas dampak HAM, serta mengintegrasikan
prinsip-prinsip penghormatan HAM dalam proses, fungsi, dan kebijakan
internal.
- Akses
yang luas bagi warga korban pelanggaran HAM untuk memperoleh skema
pemulihan efektif, baik secara yudisial maupun nonyudisial. Mekanisme
pengaduan yang efektif dalam perusahaan wajib disediakan sebagai mekanisme
untuk menghormati HAM. Negara harus melakukan langkah dalam yusrisdiksi
mereka untuk memastikan korban memiliki akses untuk pemulihan efektif
melalui cara yudisial, administratif, legislatif, atau cara lainnya.
Prinsip-prinsip
ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan untuk menjalin
sinergi dalam usaha menghormati dan melindungi HAM. Berikut beberapa prinsip yang
terkandung dalam pedoman:
- Perusahaan
harus menghormati HAM.
- Tanggung
jawab perusahaan untuk menghormati HAM merujuk pada hukum HAM
internasional dan hak-hak dasar yang disusun dalam Deklarasi Umum Hak-hak
Asasi Manusia (DUHAM).
- Perusahaan
harus mengeluarkan kebijakan dan proses yang layak sesuai keadaan yang
memungkinkan mereka mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan memulihkan
dampak negatif terhadap HAM dimana mereka menjadi faktor penyebab atau
berkontribusi atas dampak negatif tersebut melalui aktivitas yang mereka
lakukan.
- Tanggung jawab ini berlaku untuk semua perusahaan menurut ukuran, sektor, konteks operasional, kepemilikan, dan struktur.
Langkah
dan aksi perusahaan dalam penghormatan HAM untuk menegakkan prinsip-prinsip
tersebut, perusahaan wajib mengintegrasikan HAM dalam kebijakan internalnya
karena 4 alasan, yaitu: (1) kebijakan HAM menjelaskan komitmen perusahaan
terhadap HAM; (2) menjadi pedoman bagi hubungan perusahaan dengan partner usaha
dan pemerintah; (3) memberikan dasar bagi penilaian kinerja (performance)
perusahaan; (4) menjadi alat untuk mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap
HAM kepada para pemangku kepentingan eksternal.
3.1.2 Contoh Kebijakan Hak Asasi Manusia di sebuah
Perusahaan
Setiap
perusahaan dedikasikan untuk pengakuan atas hak asasi manusia ke dalam
Deklarasi Universal atas Hak Asasi Manusia dan termasuk di dalamnya dua
perjanjian, yaitu Perjanjian Internasional tentang Hak Politik dan Sipil serta
Hak atas Kebudayaan, Sosial dan Ekonomi. Perusahaan harus menghindari
pelanggaran hak asasi manusia, mencegah terjadinya kekerasan atas pelaksanaan
hak asasi manusia dan mematuhi hukum yang berlaku di negara dimana kami
melakukan bisnis.
a. Pengakuan
atas Hak Asasi Manusia
Perusahaan
mengakui hak-hak dari karyawan dan pemangku kepentingan lainnya serta tidak
boleh melakukan tindakan diskriminasi atas perbedaan ideology, suku bangsa, warna
kulit, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, asal negara, umur, kecacatan,
atau status lainnya yang menyangkut hak asasi manusia. Perusahaan harus
mengadaptasi secara rasional dan tanpa prasangka , perlakuan secara
diskriminasi, bullying dan kekerasan (pelecehan).
b. Ruang Lingkup Kebijakan
b. Ruang Lingkup Kebijakan
Ruang
lingkup kebijakan perusahaan adalah seluruh karyawan yang bekerja dalam
perusahaan.
c. Perlakuan yang Adil Terhadap Karyawan
c. Perlakuan yang Adil Terhadap Karyawan
Perusahaan
dituntut memperlakukan seluruh karyawan secara adil dan jujur, tanpa memandang
mereka bekerja dimana. Seluruh karyawan telah menyetujui persyaratan dan
kondisi hubungan kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan setempat
dan akan diberikan pelatihan keahlian secara memadai.
d. Pelatihan Karyawan
d. Pelatihan Karyawan
Perusahaan
sebagai pemberi kerja dan penanggung jawab kebijakan, akan menyediakan
bimbingan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, untuk memastikan
kebijakan ini akan terlaksana secara baik dan benar.
e.Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Kode
e.Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaan Kode
Perusahaan
akan berkomitmen untuk selalu mencari cara dalam meningkatkan dan mematuhi
serta tidak hanya bertujuan untuk patuh pada perundangan diskriminasi yang ada
di negara tempat perusahaan beroperasi namun juga akan mematuhi peraturan
nasional dan internasional serta Kode yang relevan di negara tersebut.
perusahaan akan memonitor kepatuhan atas kebijakan ini serta persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Hak atas Akses
f. Hak atas Akses
Perusahaan
akan melakukan secara rasional secara bertahap dalam menyediakan kemudahan
akses atas bangunan-bangunan bagi penderita tuna daksa karyawan, pelanggan dan
pengunjung. perusahaan secara bertahap akan menyesuaikan kendaraan yang dapat
diakses oleh karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di negara tempat perusahaan beroperasi.
g. Jam Kerja
g. Jam Kerja
Jam
kerja tidak boleh melebihi dari peraturan industri dan standar nasional. Mereka
harus membayar secara adil upah yang memadai sesuai dengan pasar lokal dan
kondisi yang ada. perusahaan harus mematuhi peraturan upah minimum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
h. Penarikan Karyawan
h. Penarikan Karyawan
Seluruh
proses penarikan karyawan akan diselenggarakan secara adil, setara dan
konsisten untuk semua kandidat di sepanjang waktu. Pelaksanaan penarikan
karyawan akan dilakukan secara rahasia dan dipastikan tidak ada kendala bagi
kandidat yang memenuhi persyaratan.
i. Pekerja Anak
i. Pekerja Anak
Perusahaan
tidak boleh mempekerjakan pekerja anak secara illegal, kerja paksa, kerja
lembur secara paksa atau mentolerir pekerja anak.
j. Tindakan Disiplin
j. Tindakan Disiplin
Perusahaan
harus menerapkan secara prosedural atas pelanggaran disiplin bagi karyawan yang
telah melakukan pelanggaran dari standar yang dipersyaratkan.
k. Tanggung Jawab Karyawan
k. Tanggung Jawab Karyawan
Seluruh
karyawan bertanggung jawab secara personal atas penerapan kebijakan ini dari
kegiatan keseharian dan wajib mendukung kebijakan ini di setiap waktu.
l. Prosedur Keluh Kesah
l. Prosedur Keluh Kesah
Perusahaan
memiliki prosedur keluh kesah dimana karyawan dapat melakukan keluh kesah
pribadi dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap karyawan dapat
mengajukan prosedur keluh kesah atas perlakukan bullying, diskriminasi,
pelecehan ataupun menjadi korban memiliki hak untuk mengajukan keluhan melalui
prosedur keluh kesah.
4.1 Kaitannya Good Corporate Governance dan Commission
Of Human Right dengan Etika Bisnis
4.1.1 Good
Corporate Governance
Dalam
hal ini, Good Corporate Governance memiliki
keterkaitan yang erat dengan etika bisnis. Personal atau pun perusahaan yang
baik ketika mereka ingin memikirkan cara dalam menghasilkan keuntungan,
sangatlah penting norma dan moralitas yang berlaku harus diterapkan. Ini adalah
poin-poin yang begitu berpengaruh terhadap baiknya suatu manajemen perusahaan
dan kelangsungan hidup bisnis seseorang. Banyak perusahaan yang mengalami
kegagalan karena kurang baiknya Good
Corporate Governance yang tercipta.
Bila dilihat dari
prinsip-prinsip GCG, adanya transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,
independensi, maupun kesetaraan dan kewajaran, maka ini sangat erat hubungannya
dengan etika bisnis suatu perusahaan. Transparansi, akuntabilitas, tanggung
jawab, independensi begitu eratnya dengan prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu
prinsip otonomi dan prinsip kejujuran. Perusahaan harus menjalankan apa yang
menjadi visi dan misinya tanpa harus menjiplak pesaing lain, dalam pemberian
informasi kepada stakeholders dan
konsumen harus didasarkan pada sebuah kejujuran, tidak adanya kebohongan dalam
suatu visi dan misi maupun apa yang terjadi dalam internal perusahaan, dan bagaimana
perusahaan tersebut dapat bersikap professional yang mengikuti aturan
perundang-undangan yang berlaku. Lain halnya dengan kesetaraan dan kewajaran,
prinsip GCG ini erat hubungannya dengan prinsip etika bisnis, yaitu prinsip
keadilan dan prinsip menghormati. Dalam beretika, perusahaan harus bersikap adil
bagi stakeholder dalam hak-hak yang
sudah tertulis sesuai perjanjian dan adanya sikap saling menghormati agar
orang-orang yang bergabung dalam kesuksesan suatu bisnis dapat merasakan kenyamanan
sehingga meningkatnya kinerja yang akan memberikan nilai positif bagi perusahaan.
4.1.2 Commission
of Human Right (Hak Asasi Manusia)
Commission of human
right (hak asasi manusia) merupakan hak yang melekat pada
diri manusia itu sendiri, tidak diberikan oleh siapapun, semua manusia memilikinya
karena pemberian dari Tuhan, dan tidak boleh siapapun mengambilnya. Pada dasarnya
perusahaan mempunyai kewajiban terhadap orang-orang yang terlibat dalam berlangsungnya
suatu bisnis baik secara langsung maupun tidak. Etika berbisnis yang baik adalah
ketika perusahaan memberikan hak-hak yang memang menjadi kebutuhan masyarakat luas
dan memelihara lingkungan. Dalam internal perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya
untuk memberikan salary yang cukup bagi
para karyawannya. Tetapi tidak hanya itu, yang paling penting adalah keselamatan
jiwa mereka terutama pekerjaan yang penuh dengan resiko.
Dalam eksternal perusahaan
mampu memenuhi kewajibannya bagi masyarakat luas yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung. Istilah ini biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Ketika perusahaan secara langsung
melibatkan masyarakat disekitar bisnis tersebut maupun tidak langsung, ini sepenuhnya
adalah tanggung jawab perusahaan untuk tetap memperhatikan sosial serta lingkungan
sekitarnya. Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menjaga lingkungan khususnya di daerah perusahaan tersebut berada.
Jangan sampai bisnis yang dilakukan justru merugikan masyarakat dan lingkungan
yang menggambarkan bahwa bisnis yang telah dilakukan tidak sesuai dengan etika
yang berlaku.
5.1 Contoh Kasus
Liputan6.com,
Tokyo - Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao Tanaka dan para pejabat
senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi
terbesar di Jepang dalam beberapa tahun terakhir.
Mengutip Reuters,
Rabu (22/7/2015), posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi
Muromachi. Muromachi dianggap bersih untuk memimpin Toshiba dalam menghadapi
gejolak saat ini, sebelum menyerahkan kendali kepada penggantinya. Tim
penyelidik independen menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa perusahaan
memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar selama
beberapa tahun terakhir.
“Saya
melihat ini sebagai hal yang paling mencoreng merek kami sepanjang sejarah 140
tahun berdiri,” kata Tanaka dalam sebuah konferensi pers. Di tengah kilatan
lampu kamera. Dalam konferensi pers, Tanaka membungkuk yang menandakan bahwa ia
menyesali perbuatannya. Pada bulan depan perusahaan berencana untuk mengumumkan
laporan bisnis yang tertunda, untuk tahun buku yang berakhir pada bulan Maret
2015. Tentu saja, laporan keuangan yang akan diumumkan tersebut merupakan
laporan keuangan tanpa manipulasi.
Pendahulu
Tanaka, Wakil direktur Norio Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan
mundur setelah laporan tim independen menunjukkan mereka juga telibat dalam
skandal keuntungan untuk Tahun Buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan
diri pada Selasa, 21 Juli 2015 kemarin dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan
sedang mempertimbangkan penunjukan direksi dan disetujui mayoritas anggota
dewan.
Laporan
hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba operasional
Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$
1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target
yang sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di
tengah budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan.
Koichi
Ueda, seorang pengacara dan kepala panel, mengatakan dia terkejut dengan apa
yang telah mereka temukan. “Perusahaan ini mewakili Jepang, melakukan sesuatu atas
nama lembaga, mengejutkan,” ujar Ueda .
Tanaka
tidak membantah temuan, tetapi dia tidak berniat mendorong adanya penyimpangan
laporan laba. “Ini bukan wewenang saya memberi perintah untuk memanipulasi
laporan laba, tetapi jika diteliti sepertinya telah dibuat,” kata Tanaka. Temuan
ini diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi
mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang
sejak Olympus Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar.
Risiko
atas Kepercayaan Investor
Menteri
Keuangan Jepang, Taro Aso mengatakan, penyimpangan pembukuan di Toshiba sangat
disesalkan. Pasalnya skandal tersebut terjadi pada saat Perdana Menteri Shinzo
Abe sedang mencoba untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor global dengan
pedoman tata kelola perusahaan yang lebih baik.
Aso
menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah
seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba. Beberapa
analis mengkhawatirkan adanya kemungkina lebih banyak masalah kedepanya,
termasuk kemungkinan penurunan pada bisnis nuklir Westinghouse Toshiba walau
bukan target utama dari investigasi terbaru. Seorang eksekutif Toshiba menepis
anggapan bahwa US$ 5,4 miliar yang diinvestasikan ke dalam Westinghouse pada
2006 telah membebani keuangan, dan menyebabkan manipulasi pada pembukuan,
beliau mengatakan bisnis itu baik-baik saja.
“Dibandingkan dengan saat akuisisi, laba operasi
telah berkembang banyak,” Keizo Maeda, executive vice presiden Toshiba, kepada
wartawan. Menurut Standard & Poor, penyajian kembali laporan laba Toshiba dapat menyebabkan turunnya peringkat kredit. “Intitusional
investor dan dana jangka panjang lainnya sudah keluar dari saham Toshiba, saat
ini harga saham ditopang oleh investor jangka pendek,” kata Takatoshi Itoshima,
kepala manajer portofolio di Commons Asset Management. (Ilh/Gdn)
DAFTAR
PUSTAKA
www.lib.ui.ac.id/, diakses pada 28 Maret 2017.
www.ilmu-ekonomi-id.com/, diakses pada 28 Maret 2017.
http://HumanRightsPolicy-June14.pdf,
diakses pada 28 Maret 2017.
http://Kedalam-Kebijakan-dan-Praktik-Perusahaan.pdf,
diakses pada 28 Maret 2017.
http://www.indoramaventures.com/EN/corporateGovernance/pdf/Indonesian-,
diakses pada 27 Maret 2017.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135608-T%2027944-Implementasi%20hak-Analisis.pdf, diakses pada 27 Maret 2017.
http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2015/01/MENGINTEGRASIKAN-HAM-,
diakses pada 27 Maret 2017.
“Bisnis dan Hak Asasi Manusia [Bisnis dan HAM]”.
2012. ELSAM.
Andy, Hakim. 2016.“Teori dan Pengertian
Etika Bisnis”. Sarung Preneur.
http://sarungpreneur.com/teori-dan-pengertian-etika-bisnis/, diakses pada 28 Maret 2017.
Asmarani,
Nur. 2016. “Teori Hak Asasi Manusia (HAM)”. Jurnal Hukum dan Masyarakat.
v. 14, n. 1, p. 24-37. Universitas Cenderawasih.
http://ejournal.unicen.ac.id/index.php/JHM/article/view/218, diakses pada 28 Maret 2017.
Komite
Nasional Kebijakan Governance. 2006. “Pedoman Good Corporate Governance
Indonesia”. Jakarta.
http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
, diakses pada 27 Maret 2017.
Hakim, Ifsan Lukmannul. 2015. “Skandal
Terungkap, CEO Toshiba Mundur”. Dikutip dari (Reuters/Thomas Peter) Rabu, 22
Juli 2015.
http://bisnis.liputan6.com/read/2277114/skandal-terungkap-ceo-toshiba-mundur,
diakses pada 28 Maret 2017.
Aini, Neke Nur. 2011. Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG) Terhadap
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Empiris pada Perusahaan
Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/29144/1/Skripsi012.pdf, diakses pada 27 Maret 2017.
Kaihatu,
Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.
8, No. 1 ; 1-9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar